MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN

2.1  Berbagai Model Evaluasi Program
Ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program adalah Stufflebeam, Metfessel, Michael Scriven, Stake, dan Glaser. Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:

1.      Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler
2.      Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven
3.      Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven
4.      Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake
5.      CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “ kapan” evaluasi dilakukan.
6.      CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan Stufflebeam
7.      Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus

Tidak semua model yang disebutkan di atas dibahas pada bab ini, tetapi hanya model-model yang banyak dikenal serta digunakan saja.  Adapun beberapa di antara model-model dimaksud adalah sebagai berikut.

1)      Goal Oriented Model
Goal oriented evaluation model ini merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini dikembangkan oleh Tlyer.

2)      Goal Free Evaluation Model
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh Tyler. Jika dalam model yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terus-menerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah dapat dicapai, dalam model goal free evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru menorah dari tujuan. Menurut Micahel Sriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memerhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun-hal-hal negatif ) yang sebetulnya memang tidak diharapkan). Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tersebut tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa seberapa jauh masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya.
Dari uraian ini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan “evaluasi lepas dari tujuan” dalam model ini bukannya lepas sama sekali dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci per komponen.

3)      Formatif-Summatif Evaluation Model
Selain model “evaluasi lepas dari tujuan”, Michael Scriven juga mengembangkan model lain, yaitu model formatif-sumatif. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif).
Berbeda dengan model yang pertama dkembangkan, model yang kedua ini ketika melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Dengan demikian, model yang dikemukakan olwh Michael Scriven ini menujuk tentang “apa, kapan dan tujuan” evaluasi tersebut dilaksanakan.
Para evaluator pendidikan, termasuk guru-guru yang mempunyai tugas evaluasi, tentu sudah mengenal dengan baik apa yang dimaksud dengan evaluasi formatif dan sematif. Hampir setiap bulan guru-gutu melaksanakan evaluasi formatif dalam bentuk ulangan harian. Evaluasi tersebut dilaksanakan untuk mengetahui sampai seberapa tinggi tingkat keberhasilan atau ketercapaian tujuan untuk masing-masing pokok bahasan. Dikarenakan luas atau sempitnya materi yang tercakup di dalam pokok bahasan setiap mata pelajaran tidak sama, maka tidak dapat ditentukan dengan oasti kapan evaluatef formatif dilaksanakan dan berapa kali untuk masing-masing mata pelajaran.
Evaluatif formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi formatif tersebut adalah mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan. Dengan diketahuinya hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancer, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program.
Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif dalam evaluasi program pembelajaran dimaksudkan sebagai sarana untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu di dalam kelompoknya. Mengingat bahwa objek sasaran waktu dan pelaksanaan berbeda antara evaluasi formatif dan sumatif maka lingkup sasaran yang dievaluasi juga berbeda.

4)      Countenance Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Stake. Model Stake menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokokm yaitu (1) deksripksi dan (2) pertimbangan; serrta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program yaitu (1) anteseden (2) transaksi dan (3) keluaran.
Tiga hal yang dituliskan di antara dua program, menunjukkan objek atau sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) astenden yang artikan sebagai konteks (2) transaksi yang diartikan sebagai proses dan (3) outcomes yang diartikan sebagai hasil. Selanjutnya kedua matriks yang digambarkan sebagai desn akripsi dan pertimbangan, menunjuk langkah-langkah yang terjadi selama proses evaluasi.
Matriks pertama, yaitu deksripsi, berkaitan ataun menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi), yaitu maksud atau tujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatan atau akibat, atau apa yang sesungguhnnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Selanjutnya evaluator mengikuti matriks kedua, yang menunjukkan langkah pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu pada standar.
Menurut Stake ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan dua perbandingan, yaitu:

  1. Membandingkan kondisi evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama
  2. Membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang akan dicapai.
5)      CSE-UCLA Evaluasi Model
CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA. CSE merupakan singkatan dari center for the Studi of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California in Los Angeles. Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak.  Fernandes (1984) memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap yaitu (1) needs assessment (2) program planning (3) formative evaluation dan (4) summative evaluation.
Ø  Need Assessment
Dalam tahap ini evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah
Ø  Program Planning
Dalam tahap kedua ini dari CSE model ini evaluator mengumpulakn data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap kesatu. Dalam tahap perencanaan ini program PBM dievaluasi dengan cermat untuk mengetahui apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan.
Ø  Formative Evaluation
Dalam tahap ketiga ini evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharapkan betul-betul terlbiat dalam program karena harus mengumpulkan data dan berbagai informasi dari pengembang program.
Ø  Summative Program
Dalam tahap keempat, yaitu evaluasi sumatif, para evaluator diharapkan dapat mengumpulkan smeua data tentang hasil dan dampak dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana yang belum dan apa penyebabnya.

6)      CIPP Evaluation Model
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk (1967) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
  • Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
  • Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
  • Process evaluation : evaluasi terhadap proses
  • Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
            Keempat evaluasi yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata llain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah mentukan model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugakan makan mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponan-komponennya.

            Ahli evaluasi lain yaitu Gilbert Sax (1980) menyempurnakan model ini dengan satu komponen ), singkatan dari outcome sehingga menjadi model CIPPO. Model CIPP hanya berhenti pada mengukut output (product), sedangkan CIPPO sampai pada implementasi dari product. Sebagai contoh, jika product berhenti pada lulusan, sedangkan outcome (s) sampai pada bagaimana kiprah lulusan tersebut di masyarakat atau di pendidikan lanjutannya, atau untuk product pabrik, bukan hanya mengandalkan kualitas barang tetapi pada kepuasan pemakai atau konsumen.
a)      Evaluasi konteks
Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan proyek.
b)      Evaluasi masukan
Menurut Stufflebeam pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan.
c)      Evaluasi proses
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjul sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
d)     Evaluasi Produk atau hasil
Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menujukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi produk merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program.

7)      Discepancy Model
Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponan.
Dari beberapa model yang disebutkan diatas dapat diketahui bahwa ada beberapa model yang menunjuk pada langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi, sebagian lain menunjuk pada penekanan atau objek sasaran dan ada yang sekaligus menujukkan sasaran dan langkah pentahapan. Khusus untuk model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus, menekankan pada kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai.

2.2  Ketepatan Penentuan Model Evaluasi
  1. Makna Ketepatan Model Evaluasi bagi program yang Dievaluasi
Bagian ini membahas ketepatan penentuan model evaluasi. Dari makna kata “ketepatan” terkadung dua hal yang perlu ditautkan. Tepat artinya cocok, jika tautan antara dual hal yang ditautkan cukup baik, erat, berarti bahwa ada ketepatan tautan antara dua hal yang ditautkan tersebut. Ketepatan penentuan model evaluasi program mengandung makna bahwa ada harapan keeratan tautan antara evaluasi program dengan jenis program yang dievaluasi.
Sesuai dengan bentuk kegiatannya, program dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

  1. Program Pemrosesan
Yang dimaksud program pemrosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input) menjadi bahan jadi sebagai hasil proses atau keluaran (output). Ciri khusus dari program pemrosesan ini adalah adanya sesuatu yang semula berada dalam kondisi awal sebagai masukan, kemudian diolah dan ditransformasi menjadi suatu keluaran yang dikehendaki oleh tujuan program.

  1. Program Layanan
Yang dimaksud program layanan (service) adalah sebuah kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu sehingga merasa puas sesuai dengan tujuan program.

  1. Program Umum
Tidak seperti pada program jenin pemrograman dan layanan yang dengan jelas dapat dikenali jenisnya karena ada masukan (input) yang diolah menajdi keluaran (outpu) dan pada program layanan ada “raja” yang dilayani, pada program jenis ketiga justru tidak tampak apa yang menjadi citi utama. Oleh karena itu program ini disebut juga dengan program umum.
            Telah dijelaskan bahwa ada tiga jenis program, yaitu (a) program pemrosesn (b) program layanan dan (c) program umum. Membicarakan mengenai ketepatan model bagi jenis program berarti kita akan mencermati model apa yang cocok bagi suatu jenis program.
            Dalam menentukan apakah sebuah model tepat bagi suatu jenis program kita perlu menganalisis masing-masing pihak yang akan dipasangkan. Dalam hal ini yang dipasangkan adalah program dengan jenisnya dan model evaluasi. Perlukah satu per satu dicoba, atau dianalisis saja salah satu pihak untuk kemudian ditentukan pasangannya?

  1. Model Evaluasi yang Tepat untuk Program Pemrosesan
Dalam pembahasan di atas dikemukakan dua contoh program pemrosesan yaitu pembelajaran dan kepramukaan. Model Manakah yang cocok untuk mengevaluasi program-program tersebut?

  1. Model Goal Oriented Evaluation untuk Program Pemrosesan
Sebuah model evaluasi yang menenkankan peninjauan pada tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung secara berkesinambungan. Program pembelajaran yang mewakili jenis program pemrosesan ini merupakan sebuan proses pengalihan ilmu dan pembimbingan. Sebelum para guru mulai melakukan kegiatan mengajar, harus membuat persiapan mengajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Para evaluator dapat mengecek apakah rencana mengajar yang dibuat oleh guru betul-betul sudah benar, mengarahkan kegiatannya pada tujuan? Selanjutnya rencana tersebut diimplementasikan dalam pelaksanaan pembelajaran melalui langkah-langkah yang berkesinambungan.
Berdasarkan penjelasan tadi maka model evaluasi yang berorientasi pada tujuan ini cocok diterapkan untuk mengevaluasi program yang jenisnya pemrosesan dalam bentuk pembelajaran. Peninjauan atas ketelaksanaan tujuan, dilakukan secara terus-menerus.

  1. Model goal free Evaluation untuk Program Pemrosesan
Model goal free evaluation dapat diterjamahkan menajdi model evaluasi bebas tujuan. Model yang dikemukakan oleh Scriven ini menjelaskan bahwa dalam tata kerjanya tidak boleh terlalu rinci bila menekankan evaluasi pada pencapaian tujuan. Model goal free evaluation tidak berarti melupakan tujuan sama sekali atau tidak memberi batasan kepada evaluator, bahkan melarangnya untuk melupakan tujuan program, tetapi memberika peringatan agar tidak bekerja terlalu rinci pada tujuan khusus yang dapat menjurus pada tujuan umum. Dengan peringatan tersebut evaluator boleh berpikir tentang tujuan umum. Program pembelajaran dan kepramukaan dasar kerjanya adalah pencapaian tujuan. Dikarenakan model bebas tujuan ini tidak menolak tata kerja berdasarkan tujuan maka dalam mengevaluasi program pembelajaran dan kepramukaan, evaluator dapat menggunakan model evaluasi bebas tujuan. Berdasarkan kesimpulan dapat dipahami bahwa penggunaan model evaluasi bebas tujaunsama dengan penggunaan model evaluasi berorientasi pada tujuan.

  1. Model Formative-Sumative Evaluation untuk Program Pemrosesan
Model evaluasi formatif-sumatif yang juga dikemukakan oelh Scriven ini mengemukakan adanya dua macam evaluasi, yaitu formatif (yang dilakukan selam program berlangsung), dan evaluasi sumatif (yang dilakukan sesudah program berakhir atau pada akhir penghujung program). Program pembelajaran dan kepramukaan adalah program yang kegiatannya memproses masukan melalui transformasi dan menghasilkan keluaran. Kata “memproses” sudah menunjukkan bahwa kegiatan dalam program tersebut berkesinambungan.
Dalam memahami bentuk kegiatan yang berkesinambungan kita dapat berpikir tentang pemenggalan beberapa kali sesuai dengan kesatuan yang dibentuk di dalam program. Dengan pemenggalan para evaluator dapat melalukan evaluasi formatif ketika program berlangsung. Dalam program pembelajaran, bentuk pemenggalan tertera dalam terselesaikannya pokok bahasan setelah habis diajarkan kepada siswa. Dalam program kepramukaan, bentuk pemenggalannya terletak pada akhir setiap jenis latihan. Untuk evaluasi suamtif tampaknya tidak ada masalah. Setiap jenis program tentu akan berakhir, dan pada akhir kegiatan program itulah evaluasi sumatif dilakukan.
            Berdasarkan penjelasan melalui dua contoh program di atas dapat disimpulkan bahwa model evaluasi formatif-sumatif sesuai untuk mengevaluasi program pemrosesan. Evaluasi formatif dapat dilaksanakan pada penggalan kegiatan, sedangkan evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir program.

  1. Model Deskripsi Pertimbangan untuk Program Pemrosesan
Model deskripsi pertimbangan yang dikemukakan oleh Stake inu menekankan pada dua langkah pekerjaan evaluasi, yaitu deksripsi, kemudian berdasarkan hasil deskripsi evaluator melakukan pertimbangan, membandingkannya dengan kondisi yang diharapkan. Oleh Stake dijelaskan bahwa yang dideskripsikan ada tiga hal, yaitu antencendets (konteks), transaction (proses) dan outcomes (hasil)
Dalam isi deskripsi yang ada pada model evaluasi, kita melihat pada deskripsi kedua, yaitu proses. Di dalam program pemrosesan juga terdapat proses yaitu pengubahan masukan menjadi keluaran. Dalam program pembelajaran, yang diproses adalah siswa, yaitu dalam pembelajaran itu sendiri, sedangkan dalam program kepramukaan yang diproses adalah pramuka, yaitu dalam berbagai proses latihan.
            Berdasarkam analisis diatas diketahui bahwa antara keduanya terdapat persamaan, yaitu kedua-duanya terdapat proses. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa model evaluasi deskripsi pertimbangan tampaknya cocok digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan.

  1. Model Evaluasi CSE-UCLA untuk Program Pemrosesan
Dalam bagian lalu sudah dijelaskan dalam bentuk uraian dan diagram tentang model evaluasi CSE-UCLA ini. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa evaluasi dalam model ini tertuju pada empat tahapan proses, yaitu perencanaan, proses, formatif, dan sumatif. Agar tidak mengurangi arti penjelasan yang sudah diberikan, dapat diambil kesimpulan bahwa model evaluasi CSE-UCLA sesuai digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan. Jika dicontohkan pada program pembelajaran dan kepramukaan maka jelaslah bahwa model CSE-UCLA dapat diterapkan untuk mengevaluasi kedua program tersebut.
  1. Model Evaluasi CIPP untuk Program Pemrosesan
Dari penjelasan tentang model evaluasi CIPP (Context-Input-Process-Product) pada bagian yang lalu dapat diketahui bahwa dengan nyata model ini mengarahkan objek sasaran evaluasinya pada proses dan masukan sampai hasil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model ini sangat tepat dan cocok digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan. Demikian juga dengan CIPPO yang dituntut akan outcome(s)-nya.

  1. Model Evaluasi Kesenjangan untuk Program Pemrosesan
Pada pembicaraan mengenai berbagai model di bagian awal bab, kita sdah menyimpulkan bahwa model evaluasi yang dikemukakan oleh Malcolm Provus, yaitu model kesenjangan, dapat digunakan untuk mengevaluasi semua jenis program. Yang menjadi dasar dalam evaluasi program adalah menilai kesenjangan. Dengan demikian, tanpa perlu menganalisis pihak-pihak yang dipasangkan kita segera dapat menyimpulkan bahwa model evaluasi kesenjangan dapat diterapkan untuk mengevaluasi program pemrosesan.

  1. Model Evaluasi yang Tepat untuk Program Layanan
Dalam pembahasannya dijelaskan bahwa program layanan bukanlah program pemrosesan, meskipun dalam kegiatannya juga berlangsung dalam proses. Dalam program layanan tidak ada sesuatu yang berstatus masukan dan diolah dalam sebuah transformasi sehingga menjadi keluaran. Program perpustakaan dan koperasi tidak ada yang diproses, tetapi dilayani.
Model evaluasi apakah yang cocok dengan program layanan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu adanya analisis terhadap model yang berorientasi tujuan sampai dengan model kesenjangan untuk program-program layanan yang dicontohkan.

  1. Model Goal Evaluation untuk Program Layanan
Program perpustakaan merupakan suatu kegiatan sebagai relisasi suatu kebijakan, yaitu sebelum mulai beroperasi, perpustakaan harus dirancang secara matang. Model evaluasi berorientasi pada tujuan dan dilakukan sejak awal proses kegiatan secara berkesinambungan. Pada awal kegiatan perpustakaan, program sudah mulai dievaluasi oleh evaluator program. Sejak awal pula program sudah dapat dievaluasi seberapa jauh program tersebut mencapai tujuan, dalam hal ini memberikan layanan sebaik-baiknya pada pelanggan. Selanjutnya, evaluasi program masih tetap dapat dilakukan kapan saja dengan menanyakan kepada para pelanggan seberapa jauh mereka sudah dipuaskan oleh layanan peprustakaan.
Dalam program koperasi yang menjadi komponen istimewa dan harus dilayani sebaik-baiknya adalah pelanggan, penyimpanan, dan peminjam untuk koperasi simpan pinjam dan pembeli untuk koperasi penjualan. Sejak hari pertama buka dan melayani pelanggan, evaluator sudah dapat mengadakan evaluasi melalui tanya jawab pada para pelanggan tentang bagaimana kualiatas layanan yang diberikan oleh petugas koperasi. Demikian secara terus-menerus dari waktu ke waktu, evaluator dapat melakukan evaluasi secara berkesinambungan.
Berdasarkan uraian dua program diatas, dapat disimpulakn bahwa baik program layanan perpustakaan maupun koperasi dapat dievaluasi sejak awal program beroperasi dan mengacu pada tujuan yang sudah ditetapkan. Evaluasi yang dilakukan pada awal profram dapat dilakukan secara berkesinambungan sesuai dengan model evaluasi berorientasi pada tujuan.

  1. Model Goal Free Evaluation untuk Program Layanan
Model evaluasi bebas tujuan yang dikemukakan oleh Scriven ini meskipun rumusannya berlawanan, yang pertama berorientasi pada tujuan dan yang kedua justru bebas tujuan, namun dalam operasinya tidak jauh berbeda. Bebas tujuan tidak berarti melepaskan diri dari tujuan, tetapi hanya diingatkan oleh penciptanya tidak boleh sangat rinci mengacu pada tujuan khusus.
Dengan sedikit penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa model evaluasi bebas tujuan dapat diterapkan, atau tepat digunakan untuk program layanan. Dengan demikian kesimpulan tersebut dapat juga diterapkan pada program perpustakaan dan koperasi.

  1. Model Formative-Summative Evaluation untuk Program Layanan
Dalam pembahasan mengenai ketetapan model-model evaluasi untuk dua buah program layanan yang dicontohkan, sudah secara panjang lebar dikaji tentang kemungkinan evaluasi program dilaksanakan sejak awal hingg akhir program secara berkesinambungan. Evaluasi formatif dan sumatif merupakan dua jenis kegiatan evaluasi yang dapat dikatakan merupakan cuplikan dari proses evaluasi berkesinambungan. Dengan penjelasan dibawah ini dapat disimpulkan bahwa model evaluasi formatif sumatif tepat atau cocok untuk pogram layanan.

  1. Model Deskripsi Pertimbangan untuk Program Layanan
Model evaluasi deskripsi pertimbangan menekankan kegiatan evaluasi pada objek sasaran dekripsi komponen program, kemudian dianalisis dengan pertimbangan kriteris yang ditentukan. Jika dianalisis dari sudut lain, adalah upaya untuk membandingkan deskripsi hasil evaluasi dengan kriteria, maka dapat disimpulkan bahwa proses ini adalah membandingkan kondisi yang ada dengan tujuan program.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model pertimbangan yang dikemukakan oleh Stake, memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam mengevaluasi program layanan. Dua contoh program layanan yaitu pepustakaan dan koperasi yang tujuan programnya jelas, dapat dievaluasi dengan model evaluasi deskripsi-pertimbangan.

  1. Model Evaluasi CSE-UCLA untuk program layanan
Model evaluasi CSE-UCLA mengarahkan sasaran evaluasi program pada empat komponen yang keempatnya merupakan dan menujukkan suatu proses. Telah dibicarakan dalam kajian terdahulu, bahwa program layanan merupakan sebuah proses. Dengan demikian tanpa mengurangi  kejelasan uraian dapat kita analogikan dari penjelasan yang lalu bahwa model CSE-UCLA tepat serta cocok digunakan untuk mengevaluasi program layanan.

  1. Model Evaluasi CIPP untuk Program Layanan
Seperti halnya model evaluasi CSE-UCLA yang menujukkan sebuah proses maka model CIPP dengan jelas menujukkan sebuah proses dalam program. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan yang sama, yaitu bahwa model evaluasi CIPP tepat dan cocok diterapkan untuk mengevaluasi program layanan seperti halnya program perpustakaan dan koperasi. Namun apabila dilakukan sampai outcome (s), model CIPP hanya tepat untuk program pemrosesan.

  1. Model Evaluasi Kesejangan untuk Program Layanan
Model evaluasi kesenjangan memilik karakteristik khusus dibandingkan dengan model-model evaluasi yang lain. Model kesenjangan merupakan model yang “luwes” karena dapat, bahkan harus digunakan pada semua jenis program. Dengan demikian, segera dapat disimpulkan bahwa model kesenjangan tepat dan sesuai sekali digunakan untuk mengevaluasi program layanan.

  1. Model Evaluasi yang Tepat Untuk Program Umum
Dalam penjelasan tentang berbagai program dikemukakan bahwa program pemrosesan dan layanan merupakan dua jenis program yang memiliki kekhususan. Program pemrosesan memiliki kekhususan berupa sesuatu yang diproses sampai menjadi keluaran. Program yang tidak memiliki kekhususan termasukl dalam klasifikasi program umum, namun sebagaimana program lain, program-program tersebut memiliki komponen-komponen yang berperan penting dalam menyukseskan program. Evaluasi yang dilakuklan oleh evaluator terhadap program-program tersebut ditujukan kepada setiap komponen, yang secara rinci diuraikan menjadi indikator.
Dari hasil analisis ketepatan penggunaan model untuk program jenis pemrosesan dan layanan terbukti bahwa setiap model evaluasi dapat digunakan untuk mengevaluasi semua jenis program baik pemropsesan maupun layanan.

Bertitik tolak dari inti pembahasan diatas, yaitu bahwa dua program pemrosesan dan program layanan memiliki ciri khusus dan berbagai model yang cocok digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan dan layanan yang sifatnya khas, dapat disimpulkan bahwa, semua model evaluasi juga cocok untuk program umum. Mengingat bahwa program umum tidak memiliki kekhususan, maka program ini tidak menuntut kekhususan model evaluasi maka tidak ada alasan bahwa ada model yang tidak cocok untuk program umum.






DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi and Jabar, Cepi Safrudin Abdul. 2008. Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN OTORITER, INTIMIDASI, PERMITIF, BUKU MASAK DALAM MANAJEMEN KELAS

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PENDIDIKAN

PENDEKATAN EKLETIK DAN PRULALISTIK DALAM MANAJEMEN KELAS